Rabu, 15 Desember 2010

uang bagiand dr kesejahteraan namun bukand untuk di ukur dr segi uang kesejahteraan itu ^.^

bagaimana anda bisa menilai yang anda inginkan itu secepatnya anda ingat selalu dan dengan tepat melakukanNya,.
kapasitas uang yang cukup akan segera membuat keinginan anda menjadi nyata,.
tidak ada orang yang mau bersusah dan berletih untuk anda tanpa timbal balik namun satu yang menjadi pedoman yaitu jangan menjadi pengemis dalam suatu janji manis yang menjanjikan kesejahteraan kepada anda,.

sekilas mengenai sejahtera dan mensejahterakan
Makna sejahtera adalah keadaan dimana setiap orang itu bisa merasakan nyaman, tentram, dan damai dalam komunitasnya. Kalau kita melihat, atau saksikan orang-orang yang memiliki materi yang lebih, terkadang justru malah tidak sejahtera. Karena apa ? karena harta yang mereka punya senantiasa ada yang mengincar. Karena orang yang memiliki materi lebih banyak cenderung broken home, mengapa saya berani mengatakan begitu ? karena sekali lagi, mereka sudah gila terhadap uang sehingga keluarga yang mereka punya tidak begitu diperhatikan. Bagi mereka kesejahteraan adalah uang
Sedangkan, orang yang memiliki materi yang sangat kurang dari cukup, mereka hanya hidup di pinggiran kota dan jauh dari teknologi yang semakin pesat. Akan tetapi, hidup mereka selalu dalam senyuman, jika materi datang kepada mereka, mereka tidaklah silau dengan hal tersebut. Ketika materi tidak datang, mereka tidaklah bersedih. Bagi mereka kesejahteraan bukan hanya bicara uang. Mereka bisa tertawa dalam kebersamaan yang memiliki nasib sama mungkin bisa sejahtera.
Sekarang, dari keduanya, apakah benar kesejahteraan bisa dinilai dari materi ? Kita mungkin bisa memberi satu conclusion bahwa dasar dari kesejahteraan adalah hidup yang qona’ah, bukan berarti menyerah dalam hidup. Kesabaran yang senatiasa ditanamkan. Mungkin itu adalah dasar dari kesejahteraan.

Jumat, 15 Januari 2010

http://www.inna-ppni.or.id/index.php/includes/index.php?name=News&file=article&sid=160

Efektivitas Penggunaan Gelar 'Ners'
ArtikelEfektivitas Penggunaan Gelar �€˜Ners�€™
Oleh: Syaifoel Hardy & Nurhadi*


Latar Belakang

Menengok sejarah dunia nursing secara umum pastilah akan dihubungkan dengan tokoh Florence Nightingale (FN) di abad ke 19, sekalipun di Islam telah berkembang pada abad ke 7 jauh sebelum FN dikenal (Grippando & Mitchell, 1989). Nurses pada saat itu, meski tanpa embel-embel gelar, telah diakui sumbangan ilmiahnya dalam masyarakat. Kemajuan yang diperoleh adalah berkat ketekunan para tokoh tersebut untuk selalu melakukan perbaikan melalui proses riset dan cara pembelajaran ilmiah lainnya.

Proses riset yang kuntinyu tersebut membuahkan dunia profesi nursing terus berkembang, seiring dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi lainnya, meskipun tidak sepesat profesi kesehatan lain misalnya kedokteran. Dari segi disiplin ilmu, profesi ini pun telah memasuki jenjang sub spesialis. Untuk mendukung kemajuan tersebut, metode riset dan critical thinking sudah menjadi bagian dari pola pendidikan nursing.

Profesi nursing di Indonesia yang tergolong masih muda dibandingkan dengan di negara Barat memang tertinggal jauh. Bahkan di antara negara-negara Asia sekalipun. Meskipun demikian, geliat perubahan yang dimulai sejak tujuh tahun terakhir di tanah air merupakan upaya positif yang sudah pasti memerlukan dukungan semua pihak. Tetapi yang lebih penting adalah dukungan pemikiran-pemikiran kritis terutama dari nurses itu sendiri.

Pola pikir kritis ini merupakan tindakan yang mendasari evidence-based practice dunia nursing yang memerlukan proses pembuktian sebagaimana proses riset ilmiah. Pola pikir tersebut bukan berarti mengharuskan setiap individu menjadi peneliti/researcher. Sebaliknya, sebagai landasan dalam praktek nursing sehari-hari.

Dengan demikian kemampuan merefleksikan kenyataan praktis lapangan dengan dasar ilmu nursing ataupun disiplin ilmu lainnya, baik dalam nursing proses kepada pasien ataupun dalam melaksanakan program pendidikan nursing, sudah seharusnya menyatu dalam intelektualitas nurses. Termasuk bagaimana menyikapi penggunaan istilah �€˜Ners�€™ misalnya.

Pemakaian istilah �€˜Ners�€™ sebagai bentuk �€˜penghargaan�€™ sesudah pencapaian jenjang pendidikan S1 merupakan issue yang perlu kita kritisi. Kita sebut sebagai issue, karena peletakannya sebagai suatu gelar bagi sebuah profesi bisa menuai perdebatan. Tinjauan literatur pemakaian istilah yang �€˜menyabot�€™ dari Bahasa Inggris: Nurse yang sebenarnya memang sebuah profesi, bukan gelar, adalah persoalan pertama. Yang kedua, penggunaan istilah ners ditinjau dari kacamata internationalisation. Dan yang ketiga legitimasi pemakaian gelar Ners.

Ketiga hal tersebut menjadi fokus essay ini. Tujuannya tidak lain adalah mengajak kita, nurses, untuk selalu berpikir kritis, agar implementasi dunia nursing sebagai disiplin ilmu mengedepankan evidence, bukan semata-mata slogan.

Analisa

Sejauh ini, lulusan S1 Keperawatan di Indonesia dikenal sebagai penyandang gelar Sarjana keperawatan (SKep). Program ini kemudian menambahkan gelar profesi nursing yang disebut Ners, sesudah menempuh sejumlah sistem kredit semester dalam studinya.

Apakah gelar tersebut merupakan gelar akademik, gelar profesional ataukah predikat lainnya semisal Registered Nurse (RN)? Di bawah ini analisanya.

1. Etimologi
Menurut Wikipedia (Online, 2007), kata nurse yang diucapkan /ners/ (Webster�€™s Ninth Collegiate Dictionary, 1993), berasal dari Bahasa Inggris, Bahasa Perancis nourice, dan Bahasa Latin nutricia, berarti: person that nourishes, is a health care professional who is engaged in the practice of nursing.

Dari definisi tersebut berarti bahwa untuk menjadi seorang nurse yang profesional memerlukan pendidikan tertentu. Sesudah menyelesaikan pendidikan, kemudian mempraktikkan hasil pengetahuan dan ketrampilannya. Dari definisi tersebut juga sudah jelas, sekalipun tanpa gelar ners, nurse sendiri sudah profesional.

Perbendaharaan kata dalam kamus Bahasa Indonesia, dalam sejarahnya banyak sekali menyerap dari bahasa asing dalam bidang ilmu pengetahuan. Kata ilmu, jadwal, miskin, awal, akhir saja misalnya, berasal dari bahasa Arab. Biologi (biology), matematika (mathematics), geologi (geology), geografi (geography), etika (ethics) dari Bahasa Inggris. Purnama, mega, samudera (ketiga-tiganya Bahasa Sansekerta), dan lain-lain. Kata-kata tersebut, kini sudah tidak asing kedengaran di telinga dan kita manfaatkan dalam percakapan sehari-hari. Kata-kata tersebut sepanjang tidak ada padanan yang pas, mengalami asimilasi sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia.

Kaidah Bahasa Indonesia tidak mengenal konsonan rangkap, kecuali istilah asing yang diindonesiakan, misalnya kata exponent menjadi eskponen; science menjadi sains, climax menjadi klimaks.

Berangkat dari sini, memang tidak tertutup kemungkinan bahwa kata nurse kemudian diasimilasikan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ners. Tapi apakah ini tidak menyalahi aturan, karena kata nurse tidak mendapatkan perlakuan yang sama dengan kata modern yang dalam Bahasa Indonesia menjadi moderen, mendapat sisipan e . Disamping itu kata moderen sudah mendapatkan definisi yang baku dalam kamus kita yang berarti mutakhir atau baru (http://www.kamus-online.com). Sedangkan ners tidak demikian halnya. Kata ners belum menjadi perbendaharaan kata yang baku dalam kamus kita, apakah itu kata benda, kata kerja ataukah istilah. Berbeda juga dengan kata perawat misalnya, dari segi etimologi, kata ners tidak berdasar dan terkesan mengada-ada.

2. Internationalisasi

Dalam kamus-kamus internasional disebutkan bahwa sebutan nurse ini bukanlah sebuah gelar, melainkan profesi (Webster�€™s Ninth Collegiate Dictionary, 1993; Webster�€™s Newworld Dictionary, 2000; Oxford Advanced Learner�€™s Dictionary, 2000) yang berarti: a person who is trained or skilled in caring for the sick. Demikian pula yang sebutkan dalam kamus Inggris-Indonesia (Echols J.M. & Shadily, H. 1975, Kamus Inggris Indonesia). Dalam kamus-kamus tersebut nurse bisa berarti pula kata kerja.

Akan halnya gelar yang menyertai seorang nurse, di Amerika Serikat Registered Nurse (RN) terpisah dari gelar akademik. Gelar profesi RN tidak dikeluarkan oleh sekolah tinggi atau universitas dari mana perawat tersebut ditempa pendidikannya. RN dikeluarkan oleh sebuah komite tertentu yang disebut N-CLEX (National Committee on Licensure Examination). Di Filipina sebutan RN juga dikeluarkan oleh Nursing Board sesudah menjalani test. Di Inggris RGN demikian juga. Tidak terkecuali pula di negara-negara lain seperti Belanda, India, Singapore dan lain-lain. �€˜Gelar�€™ RN tidak dikeluarkan oleh lembaga pendidikan di mana yang bersangkutan belajar, melainkan oleh lembaga profesional independen.

Gelar Ners di Indonesia diberikan bersamaan dengan gelar akademik oleh lembaga pendidikan yang menelorkan sarjana. Padahal keduanya ini mestinya terpisah ditinjau dari pemanfaatan di dunia internasional. Lembaga pendidikan S1 Keperawatan saat ini memberlakukan �€˜Dual Degrees�€™ yang di dunia internasional pendidikan nursing tidak dikenal. Gelar ners dalam percaturan nursing internasional bisa membingungkan.

3. Legitimasi

Dari sisi aturan perundangan, menurut Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No: 178/U/2001 tentang �€˜Gelar dan Lulusan Perguruan Tinggi�€™ tidak menyiratkan sedikitpun tentang pemakaian Ners untuk gelar akademik maupun profesional. Dalam Bab III : Jenis Gelar Akademik Pasal 6 menyebutkan, bahwa: �€˜Gelar akademik terdiri atas Sarjana, Magister dan Doktor�€™.

Dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 7: �€˜Penggunaan gelar Sarjana dan Magister ditempatkan di belakang nama yang berhak atas gelar yang bersangkutan dengan mencantumkan huruf S., untuk Sarjana dan huruf M., untuk Magister disertai singkatan nama kelompok bidang keahlian�€™. Jadi bagi penyandang sarjana keperawatan, kita bisa saja gunakan SKp atau SKep tidak masalah, tergantung �€˜kesepakatan�€™ pihak pengambil kebijakan.

Sedangkan dalam Bab IV: Jenis Sebutan Profesional Pasal 11 ayat (1) disebutkan bahwa sebutan profesional lulusan Program Diploma terdiri atas:
i. Ahli Pratama untuk Program Diploma I disingkat A.P.
ii. Ahli Muda untuk Program Diploma II disingkat A. Ma.
iii. Ahli Madya untuk Program Diploma III disingkat A. Md.
iv. Sarjana Sains Terapan untuk Program Diploma IV disingkat SST.

Gelar Ners di Indonesia diberikan bersamaan dengan gelar akademik. Di Diknas, penggunaan gelar sudah diatur sebagaimana tersebut diatas. Masalahnya, mengapa policy ini hanya berlaku pada S1 Keperawatan? Memperoleh gelar akademik sekaligus profesi. Profesional lain di program kesehatan misalnya Kedokteran, Gizi atau Kesehatan Masyarakat, apalagi non-kesehatan, tidak mendapatkan perlakuan serupa: double degrees.

Walaupun dalam SK Mendiknas Nomer 178/U/2001, Pasal 21, Ayat 3, menyebutkan bahwa �€˜Gelar akademik dan sebutan profesional lulusan perguruan tinggi di Indonesia tidak dibenarkan untuk disesuaikan dan/atau diterjemahkan menjadi gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi di luar negeri�€™, itu bukan berarti bahwa kita tidak memiliki �€˜keleluasaan�€™ untuk berkaca kepada percaturan sistem pendidikan nursing internasional. Karena dalam Fungsi dan Tujuan diselenggarakannya pendidikan tinggi sebagaimana disebutkan dalam Rancangan PP (pasal 51) tentang Pengelolaan dan Penyelenggraan Pendidikan adalah: mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (www.depdiknas.go.id), maka sebagai profesi yang berwawasan internasional, watak serta peradaban nurses kita akan diakui oleh dunia internasional jika kita mampu bergaul dalam percaturan nursing yang mengacu pada standard internasional. Dunia internasional mengakui profesi kedokteran kita dengan gelar dr, mengakui sarjana kita: engineer, mengakui ahli gizi: nutritionist. Siapa yang mengenal Ners?

Registrasi dan Spesialisasi

Sudah seharusnya jika lulusan pendidikan nursing setingkat sarjana akan lebih memiliki bobot baik dari segi penguasaan ilmu nursing yang bisa dipadukan dengan disiplin ilmu lainnya. Menjamurnya program pendidikan Strata 1 Keperawatan di seluruh Indonesia berarti akan semakin banyak nurses setingkat sarjana.

Dalam kenyataan sehari-hari dominasi dunia kedokteran dalam bidang kesehatan memang masih besar sekali (Germov, 1998). Jika dilihat dari sejarah pendirian maupun dari susunan personel lembaga pendidikan nursing di Indonesia, peran profesi kesehatan lain masih sangat dominan. Berbeda dengan di negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, Inggris, juga di India ataupun Philippines, dimana faculty of nursing nya independen (Bridget Hospital School of Nursing, San Juan College, Regents College Nursing, Cheridan College Nursing Program, dll); atau di bawah Faculty of Sciences (Department of Nursing University of Southern Queensland; Department of Nursing of the University of the Philippines, dll). Kenyataan ini yang menjadi kendala hingga di tingkat pusat, di mana kita tidak memiliki kemandirian di bawah Departemen Kesehatan (depkes.2007, Online).

Berbicara masalah jenjang profesi dan karir, tidak bisa dilepaskan dari dua tinjauan yang mendasar yaitu tinjauan akademik dan tinjauan profesional. Berdasarkan tinjauan akademik, di negara-negara yang dicontohkan di atas, jenjang pendidikannya dibagi tiga kelompok yaitu undergraduate, post graduate dan doctorate. Undergraduate yaitu jenjang pendidikan Strata 1 dengan gelar BSN/BN atau dibawahnya, post graduate setara dengan Strata 2 dengan gelar MSN/MN, dan doctorate dengan gelar DSN/DN.

Masing-masing strata memiliki sistem pendidikan, gelar serta peran dan tanggungjawab terhadap profesi yang sudah baku dan jelas. Misalnya untuk program diploma selama perkuliahannnya yang ditempuh antara 2 �€“ 3 tahun, tidak mendapatkan mata kuliah riset sebagai indikator jenjang yang lebih tinggi ataupun kalau dapat hanyalah sekedar pengantar riset, karena lulusannya memang tidak dituntut untuk menjadi peneliti. Tetapi paling tidak bisa ikut andil dalam membantu proses riset atau mengerti pemakaian hasil riset.

Dari tinjauan profesional, nurses bisa dikatakan profesional jika memiliki bukti registrasi yang mengontrol kompetensi nurses (Germov, 1998). Dengan sistem registrasi yang baku memungkinkan pengawasan terhadap kemampuan nurses sehingga senantiasa sesuai dengan perkembangan ilmu nursing yang terbaru sebagai persyaratan untuk mendapatkan registrasi. Jenjang spesialisasi bagi nurses bisa ditempuh tanpa memandang latar belakang akademik, apakah itu Diploma, BSN, atau MN.

Di Australia, India, Philippines, Amerika, Inggris, New Zealand serta negara Barat lainnya, pemberian gelar RN merupakan pengakuan yang berkekuatan hukum terhadap kompetensi profesi yang diberikan oleh Nursing Board/Nursing Council (Edginton, 1995). Nursing Board dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah [Department of Education, Science and Training (DEST)-Australia, 2003, online] dan di bawah kontrol Menteri Kesehatan (Edginton, 1995).

Untuk memperoleh predikat RN, nurses harus memenuhi beberapa persyaratan. Di beberapa negara aturannya lebih ketat dengan menyaratkan harus mengikuti ujian registrasi seperti di AS dengan NCLEX-RN nya atau di Philippine dengan Registration Examination. Di Inggris menyaratkan pelaksanakan praktek nursing selama lima tahun terakhir, dan bila sudah teregistrasi pun harus selalu meng-up date ilmu setiap dua tahun sekali yang jika tidak terpenuhi status registrasinya bisa dicabut (NMC, 2007).

Registrasi tersebut memiliki nomer dan masa berlaku yang ditentukan oleh Nursing Board. Sistem registrasi memiliki pengaruh terhadap status pekerjaannya di mana setiap individu untuk bisa bekerja sebagai nurses harus memiliki bukti registrasi tersebut. Jika dia bekerja tanpa memiliki bukti register tersebut bisa dianggap sebagai melanggar hukum (Edginton, 1995).

Peningkatan profesi lain, selain dalam bentuk RN, bisa juga berupa misalnya: CRNA (Certified Registered Nurse Anaesthetist) untuk nurse anastesi, CRNP (Certified Registered Nurse Practitioner) untuk Nurse Practitioner, CNOR (Certified Nurse of Operating Room) untuk nurse kamar operasi , dsb.

Jadi seorang nurse memungkinkan untuk memiliki gelar RN, CNOR dll dibelakang namanya bukan hanya karena telah merampungkan jenjang pendidikan tertentu dan dalam masa tertentu saja, namun juga melalui test/seleksi yang diselenggarakan oleh badan registrasi serta memiliki dasar hukum yang jelas.

Bagi penyandang Strata 2, gelarnya adalah MSN (Master of Science of Nursing) dan diikuti dengan gelar spesialisasi tersebut di atas, misalnya MSN, CRNP tanpa harus mencantumkan gelar BSN karena gelar MSN tersebut lebih tinggi stratanya, kecuali jika gelar masternya adalah di luar disiplin ilmu keperawatan maka gelar BSN nya tetap dicantumkan (Untuk aturan di Indonesia, lihat SK Mendiknas).

Sedangkan Inggris dan negara-negara yang berafiliasi dengannya seperti India, Pakistan, beberapa negara Arab dan Afrika, serta Australia menggunakan pola yang sama dengan Amerika hanya saja tanpa huruf S untuk gelar BSN dan MSNnya. Jadi gelar yang dipakai hanya BN atau MN. Sedang gelar spesialisasinya akan ditulis di dalam kurung mengikuti gelar utamanya. Misal MN (Adv Prac) untuk gelar Master of Nursing spesialis Advance Practice; MN (Edu) untuk Master Nursing dengan spesialis Education, dsb.

Berdasarkan dari apa dan bagaimana penempatan RN serta gelar spesialisasi di atas, maka pemakaian gelar Ners semakin susah untuk ditempatkan. Jika dipakai sebagai gelar registered tidak pas lantaran lembaga yang mengeluarkannya. Demikian pula bila dipakai untuk gelar spesialisasi, Ners tidak mengindikasikan spesialisasi tertentu.

Tren Globalisasi

Tahun 2010 adalah awal era globalisasi, pasar terbuka. Tren globalisasi yang tidak mengenal batas negara memiliki pengaruh yang luas di segala bidang. Tenaga kerja asing termasuk nurses juga mulai merambat bursa tenaga kerja Indonesia yang harus bersaing dengan nurses di tingkat lokal (misalnya di Freeport, Irian Barat, nursesnya multinational).

Di dunia pendidikan kerja sama antar perguruan tinggi antar negara, merupakan salah satu kiat untuk mengahadapi tren di atas. Kerjasama antara Stikes Binawan dan Universitas Indonesia dengan University of Technology Sydney untuk program PSIK (Buletin of Central Sydney Area Mental Health, 2007, online) merupakan contoh inovatif yang bisa ditiru. Tujuan program-program internasionalisasi ini tidak lain supaya mendapatkan pengakuan di mata internasional, baik dari segi pengetahuan maupun ketrampilan.

Diperkirakan lebih dari 4000 tenaga nurses kita di negara-negara Timur Tengah, dan sejumlah kecil di Eropa, Australia, Jepang dan Amerika serta di negara tetangga Malaysia dan Brunei. Bedanya, status nurses kita yang di luar negeri dengan foreign nurses yang ada di negeri kita adalah, jika nurses asing yang masuk ke negara kita tersebut memiliki pos yang tinggi, sedangkan nurses kita yang ada di negara asing mayoritas masih menduduki peringkat kelas bawah sekalipun dia adalah lulusan S1 (Dian S, Pers. Comm, 2007).

Fenomena di atas menunjukkan bahwa keberadaan dan status nurses kita memang masih belum bisa disejajarkan dengan negara-negara lain. Salah satu penyebabnya adalah kita belum memiliki sistem pengaturan profesi yang baku. Nursing council/board yang berskala nasional belum eksis di Indonesia. Secara umum, tugas nursing council ini menangani legalitas kompetensi profesi nurses di Indonesia yang dikemas dalam bentuk registrasi.

Menurut Germov (1998), syarat bisa dikatakan profesi adalah jika memiliki otonomi sendiri untuk mengatur standar tugas dan tanggungjawabnya, statusnya dan sistem keuangannya menurut badan profesi yang diakui secara nasional ataupun internasional. Di sinilah Nursing Board/Council kembali berperan. Sedangkan badan tersebut belum kita miliki.
Keberadaan Persatuan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) belum bisa dikatakan sebagai Nursing Board. Sebaliknya, PPNI hanya merupakan organisasi yang memiliki fungsi sebagai wadah profesi nursing yang memiliki persamaan kehendak sesuai dengan jenis/profesi dan lingkungan kerja untuk mencapai tujuan organisasi (PPNI, 2007, Online).

Rekomendasi

Dalam buku karya Kenworthy, Snowley, dan Gilling (2002) berjudul Common Foundation Studies in Nursing, konsep nursing itu dibangun dari empat unsur yaitu client, health, environment, serta nursing. Dari keempat unsur ini para peneliti kemudian mengembangkan, sehingga muncul berbagai macam teori nursing. Di antara teori-teori yang baru tersebut, yang paling penting adalah peletakan konsep di tengah-tengah disiplin ilmu yang lain sebagai suatu evidence-based practice, sebuah disiplin ilmu yang berdasar kepada bukti-bukti ilmiah, bukan semata-mata turunan, atau tiruan dari disiplin ilmu yang lain.

Penggunaan Ners di Indonesia, dari uraian diatas, pada hemat penulis perlu dicermati kembali. Gelar Ners perlu mendapatkan perhatian, jika masih terlalu �€˜ekstrim�€™ untuk dikatakan koreksi. Dari berbagai tinjauan di atas juga membuktikan, baik dari segi akademik, profesi maupun segi hukum, kurang mendukung penerapannya.

Sebagi sebuah cabang profesi, nursing membutuhkan dasar pendidikan yang layak. Pendidikan ini membutuhkan dukungan teori serta praktek. Berbagai referensi mengemukakan teori dan parktek yang amat bervariasi. Teori-teori tersebut diajarkan di berbagai perguruan tinggi yang di dalamnya terdapat independensi (USQ-Australia, New Castle University-Australia, Regent�€™s College of Nursing-USA, dll), bukan di bawah payung fakultas kesehatan lain. Perguruan tinggi ini menawarkan beberapa program pendidikan nursing, mulai dari Associate Degree hingga Post Graduate of Nursing. Meski demikian, pemberian gelar profesional (RN) terhadap para lulusan perguruan tinggi di berbagai negara tersebut tidak dikeluarkan oleh universitas yang meluluskan, namun oleh Nursing Council / Nursing Board.

Pemberian gelar registered nurse, mestinya tidak perlu didiskriminasikan, apalagi oleh lembaga pendidikan. Sebaliknya, terlepas dari apakah itu lulusan diploma, sarjana, atau pasca sarjana, mereka berhak mengajukan perolehan registrasi pada sebuah lembaga independen yang mengurusinya. Di negeri kita, kalau hanya lulusan S1 yang berhak mendapatkan gelar profesi Ners, apakah lulusan diploma 3 tidak berhak mendapatkan gelar profesi serupa hanya karena tingkat pendidikannya yang satu level di bawahnya?

Oleh sebab itu, prinsip yang sama bisa diterapkan di Indonesia. Mengusulkan kepada Pemerintah lewat Departemen Kesehatan untuk membentuk Nursing Council yang sudah mendesak kebutuhannya. Nursing council ini tidak menutup kemungkinannya bisa dibentuk secara independen. Sudah waktunya pula PPNI, sebagai satu-satunya organisasi nursing, mewujudkan impian anggotanya.

Kesimpulan

Uraian diatas membuktikan bahwa gelar Ners tidak bisa disejajarkan dengan RN sebagaimana yang ada di luar negeri semisal AS atau RGN di Inggris, khususnya jika ditinjau dari aspek akademik, aturan peletakan gelar serta pengakuan hukum.

Hanya saja, sebagian besar warga profesi kita sudah terlanjur terbiasa mudah ikutan (latah) tanpa berpikir kritis terhadap segala konsekuensinya. Tidak terkecuali menyikapi pemakaian gelar. Gelar Ners begitu saja ditelan tanpa mempertimbangkan apakah tepat atau tidak penggunaannya.

Dalam wawancara dengan salah satu stasiun TV, pada 7 Juni 2004, pakar ekonomi dari Harvard University, Hartojo Wignjowijoto (Husaini, 2004, online), menyatakan, �€Ĺ“Problem mendasar bangsa Indonesia adalah �€˜tidak memiliki kepercayaan diri�€™ dan �€˜tidak mau kerja keras�€™. Tidak percaya diri, malas bekerja, malas belajar, malas mencari ilmu, mau dapat gelar tanpa bekerja keras merupakan kendala besar kita. Lihatlah, begitu banyaknya program yang menawarkan gelar magister, doktor, dari berbagai institusi pendidikan, tetapi tidak memperhatikan kualitas penerima gelar. Sekarang, sudah sampai di kampung-kampung, orang menawarkan program mudah untuk mendapatkan gelar magister atau doktor.�€�

Akankah kita sebagai nurses, mau disejajarkan dengan kelompok tersebut? Sudah tentu tidak! Hanya saja hal ini perlu bukti. Setidaknya, gelar profesional ini tidak hanya slogan yang ada di belakang nama penyandangnya. Tanpa Ners pun, melalui pola kerja kita yang kompeten, klien akan tahu, bahwa profesional yang ada di sampingnya bukan seperti yang disebutkan oleh pakar ekonomi dari Harvard di atas.

Email:
Syaifoel Hardy: hardy.syaifoel@gmail.com
Nurhadi: aboozaki@gmail.com

References:

BIHS, n.d., Nursing study program: introduction, Academic Information, [Online], Available from URL: http://www.binawan-ihs.ac.id/educationinfo.html, Accessed on 29/06/2004
Buletin of Central Sydney Area Mental Health, 2003, Nursing Curriculum Development with Binawan Institute, University of Indonesia and University of Technology Sydney (UTS), [Online], available from URL: http://www.cs.nsw.gov.au/mhealth/bulletins/binawanindonesia.htm, Accessed on 29/06/2004.
DEST - Australia, 2003, �€˜ Nursing legislation and regulation�€™, National Review of Nursing Education , [Online], available from URL: http://www.dest.gov.au/highered/nursing/pubs/duty_of_care/doc5.html, Accessed on 04/10/2003.

Departeken Kesehatan RI, 2007, Domain Depkes, Online, Available at URL http://www.depkes.go.id/, [Accessed on 20 June 2007].

Dikti, 2003, Daftar Program Studi Yang Telah Terakreditasi s/d 2003, [Online], Available from URL: http://www.dikti.org/, accessed on 26 June 2004.

Edginton, J., 1995, �€˜Nurses�€™ registration�€™, Law for the Nursing Profession and Allied Health Care Professionals, 3rd edn., CCH Aust. Ltd, North Ryde, ch. 5.

Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran, 2002, �€˜Profil program studi ilmu keperawatan�€™, Program Study Ilmu Keperawatan, [Online], Available from URL: http://www.fk.unpad.ac.id/jsp/profil-keperawatan-profil.jsp/, Accessed on 26/06/2004.

Germov, J. 1998, �€˜Challenges to medical dominance�€™, Second Opinion: An Inroduction to Health Sociology, ed. J. Germov, Oxford, Melbourne pp. 230-48.

Gripando, G.M. & Mitchell, P.R., 1989, Nursing Perspectives and Issues, 4th edn., Delmar Publishers Inc., New York, pp. 2 �€“ 3.

Husaini, A., 2004, Opini, [Online], available from URL://httpwww.hidayatullah.com/ modules.php?name=News&file=article&sid=1237, accessed on 26 June 2004.

Kenworthy, N., Snowley, G., Gilling, C., 2002, The context of practice, Common Foundation Studies in Nursing, 3rd edn, Churchill Livingstone, Edinburgh, pp. 42-75.

Maslen, G., 2000, Graduates pocket the benefits of study�€™, Campuss Review, Jun 14-20, p. 4.

NMC, 2007, Home page UKCC, [Online], Available from URL: http://www.nmc- uk.org. [Accessed on 30/05/2007].

PPNI, 2007, Home page PPNI, [Online], available from URL: http://www.ppni.itgo.com/, Accessed on 30/05/2007.

West, W., 2000, �€˜Do degrees put money in the bank?�€™, Campuss Review, Sep. 13 �€“ 19, pp. 19 �€“ 20.

Senin, 28 Desember 2009

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/hydrocephalus

A. Latar Belakang.
Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu hydrocephalus dikenal sebagai penyeban penyakit ayan. Di saat ini dengan teknologi yang semakin berkembanga maka mengakibatkan polusi didunia semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi factor penyebab suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan hidup menderita hydrocephalus. Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat memerlukan pelayanan keperawatan yang khusus.
Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001). Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada anak usia dibawah 6 tahun.
Dari data yang didapat dalam kurun waktu 6 (enem) tahun pada kasus Hydrocephalus di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda khususnya ruang Angsoka terdapat 101 kasus hydrocephalus dari 6233 kasus penyakit saraf yang ada.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut diatas, perumusan masalah yang dapat dibuat yaitu “Bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada An.S dengan diagnosa medis Hydrocephalus yang dirawat di Rumah Sakit Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda?”
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini terbagi menjadi :
1. Tujuan Umum.
Mengetahui dan mendapatkan gambaran mengenai Asuhan Keperawatan pada An.S dengan Hydrocephalus di Ruang Angsoka Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
2. Tujuan Khusus.
Mendapatkan pengalaman yang nyata pada An.S dengan Hydrocephalus di Ruang Angsoka Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda tentang :
a. Pengkajian, analisa data yang ditemukan.
b. Menyusun diagnosa keperawatan yang muncul.
c. Menyusun rencana Asuhan Keperawatan.
d. Melaksanakan intervensi keperawatan.
e. Melakukan evaluasi dari Asuhan Keperawatan yang diberikan.
f. Melakukan pendokumentasian.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif tipe studi kasus. Metode ini memberikan gambaran yang sedang terjadi atau berlangsung dan actual. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :
1. Wawancara atau anamnesa. Tehnik ini dugunakan untuk menggali data melalui informasi dari keluarga dan diskusi dengan perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Observasi. Dengan cara melakukan pengamatan secara langsung pada klien dan mengamati keadaan klien serta menganal barbagai masalahyang timbul pada klien dengan Hydrocephalus.
3. Pemeriksaan fisik. Tehnik ini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan neurologist yang meliputi fungsi saraf cranial, fungsi motorik, fungsi sensorik dan fungsi reflek.
4. Study dokumentasi. Dengan cara menggunakan metode pengumpulan data yang berkaitan dan diperoleh dari status pasien, catatan keperawatan dan catatan medis.
5. Study perpustakaan. Dengan cara menggunakan bahan yang ada kaitanya dengan judul karya tulis ini berupa buku–buku baik dari segi medis maupun dari sumber keperawatan, diklat dan lain-lain yang dapat mendukung teori yang ada.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis membagi menjadi 5 (lima) Bab yang masing-masing terdiri dari sub-sub bahasan atau uraian yang saling berkaitan.
Bab pertama Pendahuluan, bab ini beriskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan. Bab kedua Tinjauan Pustaka, menguraikan tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, komplikasi serta pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab ketiga Tinjauan Kasus, terdiridari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada kasus nyata dilapangan. Bab keempet Pembahasan, yang menjelaskan tentang kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Bab kelima Penutup, yang berisikan kesimpulan dan saran, dilanjutkan dengan daftar pustaka.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Mumenthaler (1995) definisi hydrocephalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinallis internal atau eksternal melebar.
Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngastiyah, 1997).
Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempat sepanjang perjalanannya, timbulnya Hydrocephalus akibat produksi yang berlebihan cairan serebro spinal dianggap sebagai proses yang intermiten setelah suatu infeksi atau trauma. Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak-anak yang disebabkan oleh papiloma pleksus, yang dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995).
Klasifikasi Hydrocephalus cukup beragam, tergantung pada factor yang berkaitan dengannya. Menurut Harsono (1996), berikut ini klasifikasi Hydrocephalus yang sering dijumpai diberbagai buku :
a. Menurut gambaran klinik, dikenal Hydrocephalus yang Manifes (Overt hydrocephalus) dan Hydrocephalus yang tersembunyi (Occult hydrocephalus). Hydrocephalus yang namak jelas dengan tanda-tanda klinis yang khas disebut Hydrocephalus Manifes, sementara itu Hydrocephalus dengan ukuran yang normal disebut Hydrocephalus yang tersembunyi.
b. Menurut waktu pembentukan dikenal dengan Hydrocephalus congenital dan Hydrocephalus akuisita. Hydrocephalus yang terjadi pada neonatus atau yang berkembang selama intra-uterin disebut Hydrocephalus congenital sedangkan Hydrocephalus yang terjadi karena cidera kepala selama proses kelahiran disebut Hydrocephalus infantil, sedangkan Hydrocephalus akuisita adalah Hydrocephalus yang terjadi setelah masa neonatus atau disebebkan oleh factor-factor lain setelah masa neonatus.
c. Menurut proses terbentuknya dikenal Hydrocephalus akut yaitu Hydrocephalus yang terjadi secara mendadak sebagai akibat obstruksi atau gangguan absorpsi cairan serebro spinal, dan Hydrocephalus kronik yaitu apabila perkembangan Hydrocephalus terjadi setelah aliran cairan serebro spinal mengalami obstruksi beberapa minggu.
d. Menurut sirkulasi cairan serebro spinal , dikenal Hydrocephalus komunikans dan Hydrocephalus non-komunikans. Hydrocephalus komunikans adalah Hydrocephalus yang memperlihatkan adanya hubungan antara cairan serebro spinal system ventrikulus dan cairan serebro spinal dari ruang subarachnoid, Hydrocephalus non-komunikans berarti cairan serebro spinal system ventrikulus tidak berhubungan dengan cairan serebro spinal ruang subarachnoid.
Hydrocephalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu : produksi likuor yang berlebih, peningkatan resistensi aliran likuor dan peningkatan tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorpsi (Listiono, 1998).
Hydrocephalus terjadi bila tempat penyumbatan aliran cairan serebro spinal pada salah satu tempat antara tempat pembentukan cairan serebro spinal dalam system ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatsi ruangan cairan serebro spinal diatasnya. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen monroi, foramen luschka dan magendie, sisterna magna dan sisterna basialis. Secata teoritis pembentukan cairan serebrospinal yangn terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang normal akan menyebabkan terjadinya Hydrocephalus, dapat juga Hydrocephalus pada bayi diakibatkan oleh kelainan bawaan (congenital), infeksi, neoplasma dan pendarahan (Ngastiyah, 1997).
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) patofisiologi dari Hydrocephalus yaitu tyerjadi karena adanya gangguan absorbsi cairan serebro spinal dalam subarachnoid dan atau adanya obstruksi dalam ventrikel yang mencegah cairan serebro spinal masuk kerongga subaracnoid karena infeksi, neoplasma, perdarahan atau kelainan bentuk perkembangan otak janin, cairan terakumulasi dalam ventrikel dan mengakibatkan dilatasi ventrikel dan penekanan organ-organ yang terdapat dalam otak.
Patofisiologis :
Produksi CSS
Sumbatan aliran CSS
Yang melalui ventrikel Gangguan absorbsi CSS
Di ruang subarachnoid

Akumulasi CSS di ventrikel

Ventikel berdilatasi dan menekan organ-organ yang terdapat
didalam otak

terjadi peningkatan TIK

Etiologi dari Hidrocephalus ada empat yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan pendarahan (Ngastiyah, 1997).
Adapun sebebnya Hydrocephalus terjadi sebagai akibat dari obstruksi, gangguan absorbsi atau kelebihan produksi cairan serebro spinal.
Komplikasi yang mungkin timbul pada Hydrocephalus ialahpeningkatan intracranial, kerusakan otak, infeksi (Septikemia, endokarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak), shunt tidak berfungsi dengan baikj akibat abstruksi mekanik, hematoma subdural, peritonitis, abses abdomen, perforasi organ dalam rongga abdomen, fistula, hernia dan ileus serta pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian (Suriadi dan Yuliani, 2001).
A. Pengkajian
Pengkajian pada Hydrocephalus menurut Suradi dan Yuliani (2001), yaitu pembesaran kepala pada bayi atau lingkar kepala, ukuran ubun-ubun menonjol bila menangis, vena terlihat jelas pada kulit kepala, binyi cracked pot pada perkusi, tanda setting sun, penurunan kesedaran, oposthotonus, spesifik pada ekstrimitas bawah, tanda peningkatan tekanan intracranial (muntah proyektil, pusing, papil edema), perubahan tanda vital khususnya pernafasan, pola tidur, prilaku dan interaksi
B. Diagnosa Keperawatan
Pasien Hydrocephalus adalah pasien yang sangat menderita dan memerlukan perawatan khusus karena adanya kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologist berupa gangguan kesedaran sampai pada gangguan pusat vital. Masalah yang perlu diperhatikan adalah gangguan neurologist, resiko terjadinya decubitus, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit (Nyastiyah,1997).
Masalah keperawatan menurut Suradi dan Yuliani (2001), ada enam yaitu :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume cairanserebro spinal, meningkatnya tekanan intracranial.
2. Resiko injury berhubungan dengan pemasangan shunt.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan adanya tindakan untuk mengurangi tekanan intracranial, meningkatnya tekanan intracranial.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan efek pemasangan shunt.
5. Perubahan peruses keluarga berhubungan dengan kondisi yang mengancam kehidupan anak.
6. Antisipasi berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan anak.
C. Perencanaan
Rencana tinmdakan sesuai teoti yang dirtetepkan olah Suriadi dan Yuliani tahun 2001, pada Hydrocephalus adalah :
1. Cegah komplikasi dengan :
a. Ukur lingkar kepala setiap 8 jam.
b. Monitor kondisi frontanel
c. Atur posisi anak miring kearah yang tidak dilaksanakan tindakan operasi.
d. Jaga posisi kepala tetap sejajar dengan tempat tidur untuk menghindari pengurangan tekanan intracranial yang tiba-tiba.
e. Observasi dan nilai fungsi neurologis tiap 15 menit hingga tanda-tanda vital stabil.
f. Laporkan segera tiap perubahan tingkah laku atau perubahan tanda-tanda vital.
g. Nilai kesadaran balutan terhadap adanya perdarahan dan daerah sekitar operasi terhadap tanda-tanda kemerahan dan pembengkakan setiap dua jam.
h. Ganti posisi setiap dua jam dan jika perlu gunakan matras yang berisi udara untuk mencegah penekanan yang terlalu lama pada daerah tertentu
2. Cegah terjadinya infeksi dan injury :
a. Laporkan segera jika terjadi perubahan tanda vital atau tingkah laku.
b. Monitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda-tanda kemerahan atau pembengkakan.
c. Pertahankan kondisi terpasangnya shunt yang tidak baik maka segera untuk kolaborasi untuk pengangkatan atau penggantian shunt.
d. Lakukan pemijatan pada selang shunt untuk menghindari sumbatan pada awalnya.
3. Bantu penerimaan orang tua tentang keadaan anak dan dapat berpartisipasi :
a. Berikan kesempatan pada orang tua atau anggota keluarga untuk mengekspresikan perasaan.
b. Hidari dalam pemberian pernyataan yang negative.
c. Tunjukkan tingkah laku yang menerima keadaan anak.
d. Berikan dorongan pada orang tua untuk membantu perawatan anak, ijinkan orang tua melakukan perawatan pada anak dengan optimal.
e. Jelaskan seluruh tindakan dan pengobatan yang dilakukan.
f. Berikan dukungan pada tingkah laku orang tua yang positif.
g. Diskusikan tingkah laku orang tuayang menunjukkan adanya frustasi.
D. Pelaksanaan
Pelaksanaan yang akan dilakukan sesuai dengan perencanaan diatas yaitu :
1. Mencegah komplikasi.
a. Mengukur lingkar kepala setiap 8 jam.
b. Memonitor kondisi fontanel.
c. Mengatur posisi anak miring kearah yang tidak dilakukan tindakan operasi.
d. Menjaga posisi kepala tetap sejajar dengan tempat tidur untuk ,menghindari tekanan intracranial yang tiba-tiba.
e. Observasi dan nilai fungsi neurologist tiap 15 menit hingga tanda-tanda vital stabil.
f. Melaporkan segera setiap perubahan tingkah laku misalnya : mudah terstimulasi, menurunnya tingkat kesadaran, atau perubahan tanda-tanda vital.
g. Menilai keadaan balutan terhadap adanya perdarahan dan daerah sekitar operasi terhadap tanda-tanda kemerahan dan pembengkakan setiap 15 menit hingga tanda vital stabil, selanjutnya setiap 2 jam.
h. Mengganti posisi setiap 2 jam dan jika perlu gunakan matras yang berisi udara untuk mencegah penekanan yang terlalu lama pada daerah tertentu.
2. Mencegah terjadinya infeksi dan injury :
a. Melaporkan segera jika terjadi perubahan tanda vital (meningkatnya temperature tubuh) atau tingkah laku.
b. Memonitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda-tanda kemerahan atau pembengakakan.
c. Mempertahankan kondisi terpasangnya shunt tetap baik, jika kondisi shunt yang tidak baik maka segera berkolaborasi untuk pengangkatan atau penggantian shunt.
d. Melakukan pemijitan pada selang shunt untuk menghindari sumbatan pada awalnya.
3. Membantu penerimaan orang tua tentang keadaan anak dan dapat beradaptasi :
a. Memberikan kesempatan pada orang tua atau anggota keluarga untuk mengekspresikan perasaan.
b. Menghindari dalam memberikan pernyataan yang negative.
c. Menunjukan tingkah laku yang memerima keadaan anak (menggendong, berbicara dan memberikan kenyamanan pada anak).
d. Memberikan dorongan pada orang tua untuk membentu perawatan anak, ijinkan orang tua melakukan perawatan pada anak dengan optimal.
e. Menjelaskan seluruh tindakan dan pengobatan yang dilakukan.
f. Memberikan dukungan pada tingkah laki orang tua yang positif.
g. Mendiskusikan tingkah laku orang tua yang menunjukkan adanya frustasi.
E. Evaluasi
Menurut Suradi dan Yuliani (2001), hasil yang akan dicapai :
1. Anak akan menunjukan tidak adanya tanda-tanda komplikasi perfusi jaringan serebral adekuat.
2. Anak akan menunjukan tanda-tanda terpasangnya shunt dengan tepat.
3. Anak tidak akan menunjukan tanda-tanda injury.
4. Anak tidak akan menunjukan tanda-tanda infeksi (tumor, rugor, dolor, kalor, fungsi laesa).
5. Orang tua akan menerima anak dan akan mencari bantuan untuk mengatasi rasa berduka.

Sabtu, 12 Desember 2009

http://hariansib.com/?p=102656

kasus prita mulya sari

Jakarta (SIB)
RS Omni Internasional mencabut gugatan perdata atas Prita Mulyasari. Hal ini sekaligus menghapuskan denda Rp 204 juta sesuai isi putusan Pengadilan Tinggi Banten.
“Kita mencabut gugatan perdata dan membebaskan ganti rugi dan membawa ini ke persidangan pidana agar menjadi pertimbangan,” kata kuasa hukum RS Omni, Heribertus S Hatojo melalui telepon, Jumat (11/12).
Menurutnya langkah ini sesuai apa yang disyaratkan Depkes, dan kita menerima semua tanpa syarat.
“Kita mendahului Ibu Prita, jadi kita mengambil sikap dan langsung melaksanakan,” tambahnya.
Depkes berinisiatif mendamaikan Prita dan RS Omni dengan mengajukan draf perdamaian. RS Omni sudah menyetujui draf damai tersebut. Namun kubu prita keberatan karena khawatir perdamaian masalah perdata itu justru bisa memberatkan hukuman dalam perkara pidana yang hingga kini masih disidangkan.
Sementara itu pengumpulan koin untuk membantu Prita terus berlangsung. Hingga kini pengumpulan koin sebagai simbol sindiran atas perlakuan hukum yang tidak adil bagi korban RS itu sudah mencapai Rp 500 juta lebih. Koin disumbangkan mulai dari rakyat kecil hingga politisi.
RS Omni Tak Ajukan Permintaan Maaf Resmi ke Prita
RS Omni Internasional mencabut gugatan perdata dan denda Rp 204 juta atas Prita Mulyasari. Tapi untuk minta maaf, pihak Omni tidak mengajukan secara resmi.
“Kami ingin win-win solution, kita membuka pintu damai. Ini masalah sensitif,” kata kuasa hukum RS Omni Heribertus S Hatojo melalui telepon, Jumat (11/12).
Saat ditanya apakah akan mengajukan secara resmi permintaan maaf, pihak RS Omni hanya memberikan jawaban membuka pintu damai dan akan saling memaafkan.
“Pokoknya kalau bertemu Ibu Prita kita akan menyodorkan tangan duluan,” tambahnya.
Sebelumnya Depkes berinisiatif mendamaikan Prita dan RS Omni dengan mengajukan draf perdamaian. RS Omni sudah menyetujui draf damai tersebut. Namun kubu prita keberatan karena khawatir perdamaian masalah perdata itu justru bisa memberatkan hukuman dalam perkara pidana yang hingga kini masih disidangkan.
Prita Masih Keberatan Draf Damai Depkes
RS Omni Internasional sudah mencabut gugatan perdata dan denda Rp 204 juta terhadap Prita Mulyasari. Namun begitu, kubu Prita mengingatkan pihaknya masih belum mau menandatangani draf perdamaian yang dimediasi oleh Depkes, karena masih keberatan dengan poin di dalamnya.
“Perlu dicatat ini masih belum ada penandatanganan nota perdamaian karena yang diajukan Departemen Kesehatan (Depkes) masih memberatkan kita,” kata Kuasa hukum Prita, Slamet Yuwono kepada detikcom, Jumat (11/12).
Slamet menegaskan, hingga kini masih belum ada titik temu antara pihak Prita dan RS Omni. Akan tetapi ia menolak pangkal persoalan buntunya titik temu semata-mata disebabkan oleh pihak Prita. Alasannya, tidak semua usulan Depkes dapat disepakati.
“Bola bukan di kita, tapi di Depkes, karena masih dibicarakan dengan Depkes. Draf yang kita ajukan juga belum disepakati Omni. Karena kita protek Bu Prita dari segi perkara pidana dan perdatanya. Jadi jangan sampai perdata dicabut tapi pidananya belum juga selesai,” jelasnya.
Salah satu poin yang tidak disepakati kubu Prita adalah pada poin ‘Prita tidak dapat lagi berhubungan dengan media massa setelah perkara selesai’.
“Kategori selesainya itu bagaimana? Kalau putus bebas tapi jaksa kasasi, itu nggak selesai. Kalau jaksa sudah tidak kasasi itu baru selesai, kita pun tidak akan jumpa pers terus,” ucapnya.
Oleh karenanya, kubu Prita pun mengusulkan draf perdamaian juga. Slamet menyatakan, sebenarnya pihaknya terbuka untuk damai.
“Makanya OC Kaligis (pengacara Prita-red) mengajukan juga ke Depkes yang intinya perdata dan pidana itu satu paket. Oke, mereka (Omni) cabut perdata, tapi untuk pidana ini mesti selesai juga. Dan kita harapkan Bu prita dinyatakan bebas,” ujar Slamet. (Ant/p)

Minggu, 06 Desember 2009

Jurnal Kemajuan Akademis Perawat Dalam Berkomunikasi

kesimpulan:
kemajuan akademis mempercepat program tinnggi perawat dalam menyelesaikan pendidikan . terlalu sedikit juru perawat telah dihubungkan untuk mengurangi mutu keseluruhan dari kekhawatiran dirumah sakit, jadi satu hak daya tarik mengubah karier pada peralihan kedalam kekuatan healthcare dan mutu bagi pengajaran profesional. aplikasi dalam merawat program naik berlaku buat semua orang dikompotesi slot pendaftaran sedang memperhambat . sebagai tambahan terhadap korban satu taraf tinggi jaminan sekuritas pekerjaan . pokok materi pemngkuan jabatan perawat mengenai RN: satu program diploma paling sering diurusi rumah sakit, RNs: satu program sarjana muda dalam BNS.
mempersiapkan lulus untuk memperaktekan kesemua healthcare menyetel dan mengasumsikan keanekaragaman paling luas dan berperan untuk komunikasi publik kesehatan , merawat manajemen agar tercapai perawat profesional.
http://www. nursingworld.org/mainmenucategories/anamarketteplace/annapriodiclass/ojin/journaltopics/obsity-on-the-Rise.aspx

Kesimpulan Jurnal Kommunikasi dalam Perawat

kesimpulan:
kemajuan akademis mempercepat program tinnggi perawat dalam menyelesaikan pendidikan . terlalu sedikit juru perawat telah dihubungkan untuk mengurangi mutu keseluruhan dari kekhawatiran dirumah sakit, jadi satu hak daya tarik mengubah karier pada peralihan kedalam kekuatan healthcare dan mutu bagi pengajaran profesional. aplikasi dalam merawat program naik berlaku buat semua orang dikompotesi slot pendaftaran sedang memperhambat . sebagai tambahan terhadap korban satu taraf tinggi jaminan sekuritas pekerjaan . pokok materi pemngkuan jabatan perawat mengenai RN: satu program diploma paling sering diurusi rumah sakit, RNs: satu program sarjana muda dalam BNS.
mempersiapkan lulus untuk memperaktekan kesemua healthcare menyetel dan mengasumsikan keanekaragaman paling luas dan berperan untuk komunikasi publik kesehatan , merawat manajemen agar tercapai perawat profesional.

Jumat, 28 Agustus 2009

STIKES BERJAYA Dan BERKUALITAS

SEMANGAT CERDASKAN ANAK BANGSA DALAM ILMU KESEHATAN....

SEMANGAT SENYUM SALAM SAPA SANTUN